Rabu, 11 April 2012

Dejavu...........



Alya berlari menuju mobilnya. dengan nafas yang kian tersengal, ia cari kunci di saku celananya. sejurus kemudian ia tarik keluar. sekumpulan uang kembalian rokok ikut berhambur bersama. Alya lirik kebawah sejenak, lalu bergegas masuk mobil tanpa memungut uang itu. tak lama kemudian ia telah dapati diri di pintu tol Cawang. antrean panjang dihadapan. jemarinya mengetuk ketuk pinggiran setir untuk membunuh bosan.

Alya menyulut rokok yang baru saja ia beli dari minimarket. ia hisap dalam-dalam kepulan asap dari batangan berwarna putih itu. bekas lipstik membekas jelas diujung filter rokok.

"God damn it!!" teriak Alya sambil membunyikan klakson.

sumpah serapah itu seolah hilang ditelan sunyi malam. hanya rembulan yang bulat dengan sinarnya yang redup coba mentertawainya. Alya, gadis 24 tahun itu selalu berharap dapat kembali kemasa lalu. tepatnya 18 tahun lalu saat usianya masih 6 tahun. saat ia pertama kali berkenalan dengan Brian, tetangga barunya saat itu.

Brian pula yang selama 17 tahun terakhir selalu menemaninya. dia, cinta pertama Alya.

tapi setahun terakhir ini, Brian hanya tinggal menghias sudut kelal memori Alya. Brian tewas saat menyelamatkannya dari terjangan motor saat melintas di jalan Otto Iskandar Dinata. 

sejak itu Alya menipu diri dengan alkohol dan batangan rokok yang tak henti ia konsumsi. 

akhirnya giliran mobil Alya menuju pengambilan tiket tol. 

2 jam sudah ia habiskan waktu dijalanan. tanpa sadar, 6 batang rokok telah mendapat tanda bibir darinya. dan begitu sampai pada areal parkir apartemennya, ia sulut batangan rokok yang ke 7 untuk menemaninya masuk kedalam kamarnya.

3 handphone, laptop dan Ipod Alya pasangkan pada charger. lalu ia lemparkan badannya keatas kasur. headset Ipod ia pasang. seperti biasa, sebingkai foto ia raih dan kecup sebelum mata mengatup. ya, Brian.

tak lama kemudian ia terlelap dengan bingkai foto yang masih dipelukan.

angin bertiup kencang menerpa rambut dan tubuhnya. hawa dingin menyengat tulang membuat Alya seketika itu terjaga.

"ada apa ini..?" bisiknya dalam hati.

ia berjalan ke beranda dan menyulut rokoknya sekali lagi.

Jakarta masih ramai walau sudah dini hari. 

"andai lo disini..." ucap Alya pada langit

Alya selalu saja berharap diberi kesempatan sekali saja untuk dapat kembali kemasa lalu. dia ingin rubah semuanya. ia tak ingin terbekap rasa seperti ini sepanjang hidupnya. tersiksa. buntu. mau maju tak dapat, mundur apalagi. semua seperti stagnan. sementara kenangan tak jua berkenan terbang dari ingatan.

Alya selalu ingat selalu Brian gendong saat pulang sekolah. membelikan Alya ice cream saat sedih. Brian terlalu sempurna bagi Alya. Brian begitu dewasa, bahkan diusianya yang masih remaja. ia jadi malaikat pelindung bagi Alya. kasih Brian selama 17 tahun terakhir itulah yang membuat Alya seperti mati dalam hidup. 

Alya tak tahu harus berbuat apa tanpa Brian.

Alya tundukkan kepala. hening. menangis. 

"Tuhan... kembalikan dia. atau bawa aku kemasa 17 tahun lalu" pinta Alya dalam tangisnya yang kian menderu.

entah apa yang akan Alya lakukan jika kesempatan itu benar-benar Tuhan beri padanya. ia sendiri tak tahu.

tapi belum pertanyaan itu terjawab, sebuah cahaya terang masuk kedalam kamarnya. sinar yang sangat menyilaukan matanya.

"Tuhan...Kau-kah itu?" tanya Alya

tak ada suara menjawab. seketika tubuh Alya pingsan dan terjatuh kelantai. 

dalam pingsannya itu, Alya kembali kemasa kanak-kanak saat ia berkenalan dengan Brian. Alya bingung, rindu dan senang. ia peluk Brian.

"Briann....." teriak Alya sambil memeluknya

"kamu siapa..?" tanya Brian yang kebingungan dengan sikap Alya

"eh...maaf. namaku Alya" jawab Alya. Alya lupa jika ia kembali ke masa dimana ia baru bertemu dan berkenalan dengan tetangga barunya itu. semu` kembali. ia pun menjadi kanak-kanak usia 6 tahun.

seakan dipaksa untuk berpikir tentang apa yang akan ia lakukan setelah Tuhan mengabulkan keinginannya itu. 

Alya tatap dalam-dalam mata bocah laki-laki yang kelak akan sangat ia cintai itu. penuh kerinduan. penuh cinta. 

lalu Alya pulang kerumah dan menemui papinya.

"pi... belikan Alya rumah" seru Alya pada papinya

"hah.. untuk apa sayang?" tanya papinya

"pokoknya belikan. atau Alya berhenti sekolah?" jawab Alya

"oke..oke.. rumah yang mana?" tanya papi Alya

Alya yang anak tunggal dari seorang pengusaha kaya, tentu tak kesulitan untuk mendapatkan keinginannya itu.

"rumah yang itu" jawab Alya menunjuk rumah Brian

orang tua Brian yang hanya mengontrak disitu, akhirnya terpaksa dialihkan kesuatu daerah yang lebih bagus dengan kompensasi-kompensasi tertentu oleh orang tua Alya.

"selamat tinggal Brian......." bisik Alya kecil

seketika itu Alya terjaga. seperti mimpi. ia lihat sekitar kamar. bukan apartemennya.

"Alyaa...... ayo bangun! mau kerja jam berapa kamu...." suara mami Alya berteriak

"iya mi.... Alya bangun..." jawab Alya masih kebingungan. bagaimana bisa ia dapati tubuhnya berada dirumah, padahal saat pingsan ia berada dikamar apartemennya.

"mi... kunci apartemenku mana ya?" tanya Alya pada mami

"apartemen apa? ngga usah macem-macem, rumah segede ini mau diapain kok pengen apartemen." jawab mami

Alya rogoh saku mencari rokok yang semalam ia beli, tak ada. ia pun tak merasa kecut karena belum menghisap rokok. batinnya pun serasa tak ada lagi beban rindu atau sedih kehilangan yang selama ini membelenggunya. Alya merasa aneh. semua tentang Brian seolah hilang dari ingatan. pun tak ada jejak benda yang bawa kenangan antara ia dan Brian.

Alya senang tapi juga merasa hambar. benarkah Tuhan telah mengabulkan keinginannya selama ini?

"ayo sayaangg.... buruan dimakan trus bantu papi interview dikantor.." kata mami membuyarkan lamunan Alya

"iya mi.... ih, bawel" jawab Alya sembari mencium mami tercintanya

Alya bergegas masuk kedalam mobil menuju kantor. tak ada lagi makian keluar dari bibirnya. seolah ada kebiasaan baru yang tiba-tiba mengikatnya. ia sabar menunggu antrian tol. tak lagi main klakson ataupun kepulan berbatang-batang rokok dari bibirnya.

"selamat pagi, bu Alya.." sapa security menyapa Alya sembari membukakan pintu untuknya
"iya, pagi juga..:" jawab Alya ramah

Alya seolah sangat familiar dengan rutinitas ini. padahal sebelum ia jatuh pingsan saat ada cahaya yang membawanya kemasa kanak-kanak, Alya adalah seorang screen writer, bukan direktris perusahaan besar.

Alya masuk keruang kerjanya. bersiap melakukan interview dengan sejumlah calon karyawan.

"Ajeng, kita mulai saja interviewnya. tolong panggilkan peserta yang pertama" pintanya pada Ajeng sekretarisnya

"baik, Bu" jawab Ajeng sembari menutup telephone

Alya pun mulai membaca berkas-berkas yang disodorkan padanya oleh Ajeng. kemudian menginterview satu persatu calon karyawan sesuai dengan kompetensi yang mereka miliki.

tak terasa 55 calon karyawan telah Alya panggil satu persatu. tibalah pada calon yang terakhir. sambil memijit kedua sisi kepala, Alya mempersilahkan calon terakhir masuk keruangannya.

"selamat siang, Ibu.." sapa sang calon karyawan

Alya terkejut dengan suara itu. seperti tak asing ditelinganya. kemudian buru-buru dia buka berkas yang ada di pangkuannya. 

Brian Astana, SH. muncul didalam Curriculum Vitaenya.

Alya tercekat. tak dapat bicara. lidahnya kelu. ada semacam memory yang membuatnya seolah dejavu. 

"Brian...." Alya terbata menyebut nama itu

"nama kamu Brian..?" Alya masih terheran,heran

air mata Alya menetes. tapi segera ia berbalik dan memunggungi sang calon interview.

ternyata Brian hidup jika tak bersama Alya. keputusan Alya untuk membeli rumah yang dikontrak orang tua Brian dulu, ternyata berimbas tak ada hubungan antara Alya dan Brian. sehingga Brian masih hidup, karena tak harus menyelamatkan nyawa Alya dari kecelakaan maut.

"ya Tuhan.... apakah Brian memang Kau takdirkan untukku?" bisik Alya dalam hati

"meski aku telah Kau kembalikan kemasa lalu dan membuat perubahan, tetapi Kau masih pertemukan kami lagi...." Alya masih tercekat diam dalam doanya

"Ibu tak apa-apa..?" tanya Brian memecah keheningan ruangan

"iya......" jawab Alya

"apa kabar Brian.." tanya Alya pada Brian

"baik Ibu, terimakasih.." jawab Brian

"mohon maaf Ibu. boleh saya bertanya...?" pinta Brian

"silahkan.." jawab Alya

"entah ini hanya perasaan saya atau Ibu juga merasa yang sama, saya seperti telah lama mengenal Ibu, tapi tak tahu dimana.." kata Brian

"asal kau tahu sayang.... jika tak aku rubah kehidupan kita 17 tahun silam, saat ini aku tersiksa karena cintamu...." bisik Alya dalam hati

"ah... itu hanya perasaanmu saja, Brian. saya baru lihat kamu saat ini" jawab Alya

"maafkan saya, Ibu. mungkin Ibu benar" jawab Brian

dan tanya jawab pun berlangsung lancar. Alya berusaha menutupi semua perasaannya. tak seperti biasanya, selesai interview Alya langsung keluar kantor dan menimang tentang keberadaan Brian. ada 2 hal yang mengganggu pikirannya. jika Alya menerima Brian menjadi karyawan, bisa dipastikan ia tak dapat terlalu lama menyembunyikan perasaannya. dan jika itu terjadi, ia takut kehilangan Brian untuk kedua kalinya. tapi jika ia tak menerima Alya sebagai karyawan, maka Alya akan kehilangan Brian untuk selamanya. pilihan yang berat, karena sama-sama dihadapkan perasaan kehilangan. hanya masalah waktu, cepat atau lambat.

akhirnya, dengan berat hati, Alya menolak Brian. 

lebih baik ia dengan kehidupan yang sekarang, toh rasa cinta itu telah terhapus dari hatinya, hanya sedikit memori yang ia miliki, sisa dari kejadian 2 malam yang lalu.

Alya pun berjalan menyusuri tepian pantai Anyer. ia biarkan desir bibir ombak menyentuh jemari kakinya. butiran pasir menyembul diantara jemari kakinya yang putih bersih. ia biarkan semua berlalu. Alya ikuti semua kehendak Tuhan dalam hidupnya. baginya, sejenak mengetahui rahasia waktu adalah sudah lebih dari cukup. ia pun mulai pahami, bahwa hidupnya akan terus berjalan di atas takdir Tuhan, dengan ataupun tanpa Brian..

secercah senyum Alya dapatkan kembali. ia bangkit. dan berlalu menuju mobilnya yang akan membawanya menatap mentari, esok pagi.


sekian


Selasa, 06 Maret 2012

Aji dan Nasya (Jilid III- habis)

Aji duduk termenung di sudut sebuah ruangan megah. orang-orang berlalu lalang dihadapannya tanpa ia hiraukan. dia hanya terdiam kala wajahnya dipoles penata rias. sekalinya berdiri, ia gunakan untuk memakai pakaian pengantin yang akan ia kenakan pada resepsi pernikahannya, nanti malam.

ya...

perjodohannya dengan salah satu putri mamanya berlangsung malam ini. Rika nama mempelai yang akan menemaninya itu.

seharusnya acara pernikahan dihelat dengan rasa bahagia dihati pengantin maupun mempelai, namun Aji hanya terdiam dan tersenyum kala mendapat sapaan dari panitia pernikahannya.

Rima melihat kegundahan dihati sang adik. sebagai kakak yang sangat dekat dengan Aji, ia pun menghampiri adik tercintanya itu. penata rias yang sedang menghias wajah Aji ia minta sejenak berhenti. Rima duduk dihadapan Aji menggantikan perias itu.

"Aji....." senyum manis menyembul dari bibir manis Rima sembari tangannya mengangkat dagu sang adik.

"ini seharusnya hari bahagia untukku, kak.." bisik Aji pada sang kakak

"kakak tahu..... kakak mengerti" jawab Rima

"seandainya Nasya masih hidup... pasti jalan cerita hidupku tak akan seperti ini, kak" kata Aji

"Aji.... kita tak pernah tahu jalan cerita hidup kita akan seperti apa. tidak fair kalau kamu terus menerus menyesali kepergian Nasya, atau memendam kekecewaan pada Indah yang tiba-tiba menghilang tanpa berita..." kata Rima menjelaskan pada Aji

"lalu aku harus bagaimana, Kak? apa pernikahan ini sesuatu yang fair untuk Aji?" jawab sang adik

"kakak tahu ini mungkin Aji rasa tak fair. tapi cobalah Aji beri kesempatan pada Rika untuk membuktikan bahwa ia memang layak untuk mengisi hari-harimu. mungkin justru Rika lah yang Tuhan siapkan untuk menghapus duka dihatimu.." jawab Rima

lalu Rima memeluk erat sang adik. ia teteskan air mata. ia merasa, ia tak mungkin dapat memeluknya lagi, merasakan sifat manja sang adik dikemudian hari setelah pernikahan ini. Rima tak mampu kuasai diri melepas masa lajang sang adik.

"kakak sayaang sama Aji...... sayang banget.." ucap Rima sembari memeluk Aji.

Aji hanya terdiam. ia tak mampu berkata-kata. Aji berharap apa yang dikatakan kakaknya adalah benar, bahwa Rika dikirim oleh Tuhan untuk membahagiakannya dan menghapus duka dari hatinya. namun kemudian Aji berkata pada kakaknya. sebuah kata yang bagai petir disiang bolong bagi Rima.

"aku bersedia menikah dengan Rika, tapi aku tak mau tinggal disini. Rika dan aku tak boleh menerima bantuan apapun dari mama dan papa, juga orang tua Rika. aku akan mulai segalanya dari nol, kak" kata Aji

"hah....maksudmu apa, Ji?" kata sang kakak sembari melepas pelukan pada sang adik

"iya. Aji akan ajak Rika untuk memulai hidup tanpa orang tua.." kata Aji

"tapi mama dan papa nggak akan setuju dengan ini, Ji. juga orang tua Rika. apa kamu tak memikirkan itu?" jawab sang kakak masih dalam suasana kaget

"apa mama dan papa pernah minta persetujuanku atas pernikahan ini? ngga kan kak? jadi Aji putuskan akan bekerja untuk menghidupi keluarga ini." jawab Aji

"kamu mau kerja apa, Ji? sekarang ini zaman susah.... kenapa tidak kamu jalankan saja bisnis papa yang di Mataram atau rumah makan mama di Semarang?" Rima masih panik dengan rencana sang adik

"nggak.. ini sudah keputusan Aji, kak" kata Aji

"bagaimana dengan Rika? apa ia setuju?" lanjut sang kakak

"harus setuju. ia adalah istriku. harus ikut kata-kataku. sebab sejak ijab kabul nanti, tanggung jawab orang tuanya terhadap Rika telah usai dan berpindah padaku.." jawab Aji tegas.

"Oh my God...... " Rima masih panik dengan rencana sang adik



****



gema musik gamelan bergaung disudut-sudut ruangan yang disulap oleh dekorator yang ditunjuk panitia pernikahan Aji dan Rika, menjadi sebuah ruangan yang asri dan wangi akan bunga. berjajar makanan yang di sajikan dengan tema Jawa, menambah kental aura dari pemilik acara.

saat itulah Aji dan Rika untuk pertama kalinya bertemu. senyum manis Rika disambut dengan senyuman oleh Aji. ia merasa lega. setidaknya tak tampak wajah manja dan pemalas dari wajah Rika, wanita yang akan ia nikahi itu.

"hai..." sapa Rika

"aku deg degan nih.." Rika mencoba membuka percakapan

Aji hanya tersenyum dan memandangnya dengan teduh seolah menenangkannya dengan sikap dewasa dan siap menjadi seorang nahkoda.

satu persatu rangkaian acara ijab kabul selesai dilaksanakan.

Aji dan Rika bergegas ke ruang rias untuk persiapan acara resepsi pernikahannya yang diadakan disebuah hotel. mereka berjalan beriringan. namun saling terdiam. sesekali mata Rika melirik sosok pria yang kini telah resmi menjadi suaminya itu. Aji hanya terdiam, walaupun ia tahu ada sepasang mata sedang memperhatikannya.

setibanya diruang rias, keduanya terpisah. Aji di satu ruang, sementara Rika diruang yang lain.

sementara itu diruangan hotel para panitia sedang bersiap menerima tamu, ada juga yang mengatur catering, menata dekorasi. Rima yang menjadi ketua panitia, sedari tadi teriak teriak mengatur panitia yang menata letak pernik pernikahan.

tepat pukul 3 sore, satu persatu tamu mulai datang.

Aji dan Nasya memasuki ruangan saat MC menyebut mereka dalam sebuah lantunan syair berbahasa Jawa. suara merdu gending perlahan mengiring langkah mereka menuju tempat perjamuan tamu.

seusai serangkaian upacara adat Jawa dilaksanakan, maka Aji dan Rika pun menuju panggung kecil, bersama kedua orang tuanya dan mertua, bersiap menerima ucapan selamat dari para undangan dan sesi foto.

satu persatu tamu undangan menyalami keduanya. hampir seluruhnya adalah relasi kedua orang tua Aji dan Rika. hanya satu dua undangan yang merupakan tamu keduanya. Aji dan Rika hanya bertugas memasang senyum, seolah mereka kenal dan akrab dengan tamu-tamu itu.

sesekali Rika mengusap keringat di dahi Aji. wajah letih nampak jelas di sayu matanya. naluri wanita Rika berkata bahwa ada yang janggal dari tatapan Aji. meski ia baru 2 hari ini bertemu dengannya dan langsung menikah dengannya, namun nampak jelas bahwa cara bicara maupun tatapan matanya seolah memendam sesuatu. namun Rika berusaha menepis itu. Rika tidak ingin menambah beban pikiran suaminya itu.

setelah hampir 3 jam acara dihelat, semua prosesi pun akhirnya selesai dilaksanakan.

Rika melangkah menuruni panggung mini dan menghampiri salah seorang pegawai catering. tak lama kemudian ia datang menghampiri Aji sembari membawa makanan dan minuman.

"ini..." tangan Rika menyodorkan makanan dan minuman untuk Aji

"terimakasih... punya kamu mana?" jawab Aji sambil bertanya balik pada Rika

"sudah.. aku ngga lapar kok" jawab Rika

percakapan keduanya sangat kaku. bisa dibayangkan, 2 hari bertemu dimana sehari salah satunya meresmikan mereka sebagai suami istri. siapapun pasti akan mengalami hal yang sama.

"bagaimana aku harus memanggilmu..?" tanya Rika pada Aji

"terserah.. asal jangan kau panggil aku tante" Aji menjawab sambil bercanda

"iihhhh.... kamu" Rika menjawab candaan Aji dengan cubitan kecil

keduanya berbincang akrab, mencoba mencairkan kekakuan diantara keduanya, mengingat, malam ini adalah malam pertama bagi keduanya......


*****


pagi itu Aji terlambat bangun. rasa lelah benar-benar menyelimutinya. Rika pun tak jauh beda. mereka kelelahan setelah melalui prosesi acara pernikahan mereka, juga malam pertama mereka.

keduanya terbangun oleh dering handphone Aji. tanda alarm yang menunjukkan waktunya ia kuliah, ia lupa mematikannya semalam.

awalnya Aji terkejut ada seorang wanita diranjangnya, begitu juga Rika. namun kemudian kesadaran mereka dapatkan kembali.

"selamat pagi sayang...." sapa Rika

Aji hanya tersenyum. ia merasa risih dengan panggilan itu. entah karena tak pernah ada yang memanggilnya begitu, atau mungkin karena ia merasa belum waktunya seakrab itu sekalipun telah dalam satu ikatan pernikahan.

"kamu mau sarapan apa?" tanya Rika

"kamu bisa masak apa?" jawab Aji

"masak? aku nggak bisa masak. boro-boro, masak mie instan aja gosong..." kata Rika

"trus, ngapain nawarin aku makan?" jawab Aji

"ya kita kan tinggal minta simbok buat masakin, sayang.." kata Rika sambil melingkarkan tangannya ke leher Aji


Aji terdiam.


"ada yang harus kita bicarakan. tapi nanti sepulang dari bulan madu. sekarang kamu mandi dulu, gih.." kata Aji

"ngomong apa sih? sekarang aja ya ngomongnya...." rajuk Rika

"nggak. timingnya ngga tepat.." jawab Aji

"ih...pake rahasia segala. ayo dong sekarang aja..." Rika kembali merajuk

Aji hanya diam sambil berlalu menuju kamar mandi. ia acuhkan Rika yang masih terduduk diranjang. merasa diacuhkan, Rika pun mengejar Aji ke kamar mandi.

"aku ikut mandi....!" kata Rika

"eh...apaan sih kamu...nggak!!" Aji merasa malu

"iihh... pokoknya aku ikut mandi!" Rika ngotot sambil mendorong pintu

"ampun ini anak.... ya udah kamu mandi dulu aja..." kata Aji tersipu

"nggak mau... aku maunya mandi sama Aji. titik" Rika merajuk

Rika menerobos pintu kamar mandi yang setengah terbuka itu dan akhirnya mereka berdua pun mandi bersama. kegaduhan kecil terjadi disana. diselingi tawa kecil Rika maupun Aji. mereka seakan lupa, bahva didalam rumah itu mereka tak sendiri. apa yang mereka lakukan mengundang iri penghuni rumah yang lain..


*****


tiket pesawat maupun hotel yang akan membawa Aji dan Rika menuju tempat berbulan madu telah mereka dapatkan. dan sesuai hari yang tertera di tiket pesawat, mereka pun berangkat menuju pulau Nias. selama seminggu mereka dijadwalkan akan menghabiskan hari-harinya disana.

dengan diantar rombongan keluarga, mereka berangkat menuju bandara.

setelah melalui beberapa check point dan pembayaran pajak penerbangan, mereka pun duduk nyaman di dalam ruang tunggu. ternyata penerbangan yang akan membawa mereka kesana delay akibat cuaca buruk.

"foto-foto yuk..." kata Rika

"aku upload ya..." lanjut Rika

Aji membiarkan Rika menikmati perjalanan bulan madu ini. karena setelah semua ini, ia akan menjalankan rencana besarnya.

akhirnya penerbangan yang mereka tunggu pun dinyatakan siap. cuaca telah membaik. dan rasa jenuh yang membuncah itupun segera berganti kebahagiaan. Rika menggamit tangan Aji, menggandengnya menuju kedalaam pesawat. Rika berjalan dengan riang sekali, seolah ingin memberitahu semua orang bahwa mereka adalah pasangan suami istri.

setelah menemukan letak tempat duduk, mereka pun berbincang-bincang.

"nanti kita langsung ke danau ya..." Rika memulai pembicaraan

"hah.... trus barang-barang kita mau dikemanain?" jawab Aji bingung

"ya kita ke hotel dulu lah sayang.... ih, nyebelin...." kata Rika manja

"hehehehe....." Aji tertawa kecil

Aji dan Rika sadar bahwa mereka dipersatukan dalam tempo yang sangat singkat. karena itulah setiap momen yang dapat menyatukan pikiran mereka tak akan disia-siakan. mereka saling belajar. mereka saling mencari tahu tentang sifat dan kebiasaan masing-masing. dan saling belajar mengerti tentang satu sama lain.


*****


udara Gunung Sitoli tempat Aji dan Rika berbulan madu terasa begitu sejuk. matahari terbit diantara pepohonan trembesi yang berkerumun di depan hotel. kamar hotel yang mereka tempati tepat menghadap ke barat, sehingga saat senja terlihat indah sekali pendar bebukitan yang membentuk sebuah siluet. hanya saja kendaraan umum di sekitar Gunung Sitoli sangat susah. sehingga untuk berkeliling dan berwisata, Aji terpaksa meminta bantuan hotel untuk mencarikan tempat persewaan kendaraan. karena tidak dapat, akhirnya Aji menyewa motor milik salah satu karyawan hotel untuk berwisata.

Rika berkeinginan ke pantai. beruntung Gunung Sitoli ini dekat dengan Teluk Dalam yang melewati perbukitan dan pantai untuk menuju Nias Selatan. Aji dengan bermodal GPS memberanikan diri mengelilingi daerah itu. udara dingin malam di jalanan menuju Teluk Dalam terasa sangat menusuk tulang. Rika merapatkan tangannya yang melingkar di pinggang Aji.

"ini arah kemana? jauh banget...." Rika berbisik pada Aji

"mana aku tahu.." Aji menjawab santai

"hah...! gimana sih... nanti kalau tersesat gimana? kalau ada rampok gimana...? aaaaa....... pulaaang" Rika merajuk manja setengah ketakutan

"kuno amat sih, kan ada GPS...kalaupun tersesat masih di Indonesia juga kan..? Aji menjawab Rika dengan cuek

"di Indonesia sih di Indonesia.... tapi aku takut..." Rika menjawab dengan jengkel

"tenang aja.... aku bukan banci" jawab Aji

"maksudnya....?" tanya Rika

"aku nggak akan lari ninggalin kamu kalau ada apa-apa.. udah ah bawel amat..." jawab Aji

tak lama kemudian Aji sampai di tepian pantai.. dari sudut perbukitan kecil terlihat indah sekali kilau air laut yang tertempa cahaya bulan yang kebetulan sedang purnama.

"Aku boleh nanya ngga..?" Rika memecah keheningan

"nggak...." jawab Aji singkat

"iiiiihhh.... bisa nggak sih nggak nyebelin sekali aja..." Rika bersungut-sungut

"hahahahaha.... kamu juga sih mau tanya aja pake nanya segala. tanya aja..." jawab Aji sambil menyulut rokok

"kamu udah pacaran berapa kali..?" tanya Rika

"penting ya...? jawab Aji

"udah jawab aja... aku pengen tahuuu" Rika merengek

"ogah ah... tanya yang lain aja..." jawab Aji

"tuh kann..." Rika menyelidik

"apa pentingnya sih buat kamu? toh sekarang kita suami istri" Aji masih enggan menjawab

"iya, tapi kita kan ngga pacaran. gimana aku bisa tahu tentang kamu, masa lalu kamu kalau aku ngga nanya begini.." Rika menjelaskan

"ya nanti kan kamu tahu sendiri kan..." Aji belum mau terbuka

"bagi aku ini sangat penting sayang.... aku harus tahu kehidupan masa lalumu, agar aku dapat menghindari kesalahan yang sama di masa datang.." jawab Rika sembari menarik wajah Aji agar menatap matanya

"oke.... resminya, aku cuma sekali pacaran" jawab Aji

"resminya? berarti kamu punya pacar yang ngga resmi dong..?" Rika mengomel

"bukan... aku ngga mau pacaran lagi setelah pacar pertamaku pergi" jawab Aji

"pergi..?" selidik Rika

"iya.... dia meninggal dunia karena hemofilia" jawab Aji

"maaf.....aku ngga bermaksud..." Rika menyesal

"ngga papa, pada akhirnya juga kamu harus tahu.." jawab Aji

"dia adalah cinta pertamaku. namanya Nasya. kami bertemu dan berpacaran semasa SMP dulu. tapi itu tidak lama, karena Tuhan berkehendak lain...penyakit hemofili menggerogotinya. hingga suatu siang, Nasya meninggal di pelukanku....." jawab Aji sembari menghela nafas dalam dalal

"lalu aku sempat dekat dengan seorang teman SMA, namanya Indah.... sifat dan wajahnya mirip Nasya. tapi belum sempat kami pacaran, tiba-tiba Indah menghilang entah kemana..." Aji melanjutkan

"maafin aku ya sayang.. aku cuma ingin menghindari hal negatif mantan-mantan kamu aja, aku ngga mau bikin kamu kecewa, cuma itu maksud pertanyaanku. tapi aku ngga nyangka kisah kamu seperti itu..." Rika mencoba menetralkan situasi

"lihat itu..." Aji menunjuk sebuah bintang yang bersinar sangat terang

"itu namanya bintang utara. kamu tahu, bintang itu adalah satu-satunya bintang yang konstan. ia menjadi semacam penunjuk arah bagi nelayan dimasa lalu sebelum diketemukan GPS.." Aji menjelaskan pada Rika

"trus kenapa...?" tanya Rika

"bintang adalah sisa sisa puing jagad raya saat terjadi tumbukan besar, menurut teori penciptaan. dan bintang utara bermanfaat untuk manusia sebagai penunjuk arah. sama persis seperti matahari yang berguna untuk menunjukkan arah barat dan timur. seperti itu juga masa lalu... kita hanya dapat melihatnya sebagai penunjuk arah bagi kita melangkah menuju masa depan. kita tak perlu menyesali atau meratapinya. biarkan saja semua ada seperti seharusnya...." Aji menjelaskan kedudukan masa lalunya itu terhadap kehidupan sekarang

sepanjang malam, Aji dan Rika menikmati indahnya malam di perbukitan diantara pantai dan pegunungan menuju Gunung Sitoli.

Perlahan sikap respek dan saling menghormati tumbuh dihati sepasang suami istri muda itu. mereka belia. tapi sikap dan pandangan Aji yang selalu optimis dan visioner menjadikan Rika semakin mengerti akan karakter suaminya itu.


******


masa bulan madu telah berlalu. Aji dan Rika kembali ke kehidupan mereka. rasa senang menyelimuti keduanya setelah menghabiskan masa-masa bulan madu yang penuh makna di pulau Nias.

"sayang.... katanya mau membicarakan sesuatu sepulang dari bulan madu. apa itu..?" ujar Rika pada suaminya suatu sore

"kamu lihat sarang burung itu..." tunjuk Aji pada sebuah pohon

"eh iya... ada sarang burung..." Rika meng iya kan suaminya

"burung itu bebas membesarkan anak-anaknya, mengajarinya terbang dan mencari makan...lalu kemudian membiarkan anaknya menjelajah angkasa dengan sayap-sayapnya... bahkan mungkin tak akan pernah berjumpa lagi dengan induknya" Aji menerawang

"lalu apa hubungannya dengan pembicaraan kita?" tanya Rika

"Rika..... kita telah menikah. aku berpikir tugas orang tua kita untuk mengasuh dan membesarkan kita telah berakhir pada titik ini.." jawab Aji

"aku ngga mengerti maksud kamu, sayang... bisa lebih spesifik?" kata Rika

"aku ingin kita keluar dari rumah orang tua kita, dan belajar hidup mandiri sebagai suami istri. aku tahu mungkin ini berat untukmu yang terbiasa ada, tapi apakah kita tidak malu dengan burung kecil diatas pohon itu yang berani menjelajah angkasa sekalipun ia baru belajar terbang..." terang Aji

"aku setuju sayang.... aku adalah istrimu. apapun yang kamu pikir itu terbaik untuk kita, aku akan selalu mendukung" jawab Rika

"hah..... kamu serius? meski kamu akan kehilangan semua ini?" Aji ragu

"ya... sejak awal aku percaya, bahwa kamu adalah orang yang Tuhan pilihkan untukku. dan aku yakin ini tepat" Rika meyakinkan Aji

"sekalipun aku belum tahu akan bekerja apa untuk menghidupimu?" jawab Aji

"iyaa sayaang...." jawab Rika

"tapi satu hal aku minta sama kamu.." lanjut Rika

"apa itu?" jawab Aji

"kamu tahu aku tidak bisa memasak. aku harap kamu bisa menerima apapun yang aku masakkan nantinya untukmu, ngga boleh protes...hehehehehe" kata Rika

"terima kasih Rika..." jawab Aji


sejak saat itu perjalanan hidup yang sangat berliku dan tajam mereka lalui. mereka benar-benar meninggalkan semua kemewahan dan kenyamanan sewaktu tinggal bersama orang tua. Aji dan Rika merintis jalan sendiri, bukan jalan yang telah ada dan disiapkan oleh orang tuanya. Rika, meski baru mengenal suaminya, tapi ia tahu dan mengerti, bahwa visi suaminya itu sangat besar. ia jalani hidup sebagai istri. belajar memasak. dan 5 tahun kemudian dikaruniai seorang anak. pergulatan hidup mereka jalani berdua. manisnya hidup mereka kecap, meski tak jarang tajam belati siap menghadang dan bahkan melukai mereka. tapi itu sudah menjadi kebulatan tekad mereka, dalam menggapai sebuah mimpi yang selalu Aji yakini kebenarannya.

namun sebelum Aji meninggalkan rumah untuk memulai hidup baru bersama Rika, ia membawa sebuah kotak kecil berisi puisi-puisi yang ia ciptakan bersama almarhumah Nasya. di tengah sebuah danau Aji berjanji pada Nasya, akan membacakan puisi-puisi itu pada sebuah panggung yang megah suatu saat nanti. lalu aji menceburkan kotak itu kedasar danau. Aji tenggelamkan semua masa lalu dan kenangannya bersama kotak itu. 

"aku pamit, Sya..... suatu saat mimpimu akan aku wujudkan. aku akan bacakan puisi-puisi kita dihadapan semua orang. tapi maaf, Sya...... aku harus melangkah sekarang. semoga kau tenang disana.." ucap Aji sambil melepas kotak itu untuk menghuni dasar danau, selamanya.





sekian









Minggu, 19 Februari 2012

Jalan Berputar...... (bagian II)

Randy dilanda kebingungan akan sikap Nia. secara tiba-tiba Nia berubah 360 derajat. ia tak lagi semesra dulu. sikapnya dingin. Nia pun tak pernah mengangkat telephon atau menjawab sms darinya.

Randy berpikir keras dan melihat ke belakang. ia mencoba mencari kesalahannya yang mungkin telah ia perbuat hingga pujaan hatinya itu berubah. tapi jawaban yang dicari pun tak kunjung ditemukan. Randy merasa semuanya normal dan baik-baik saja hingga ia berniat melamar Nia.

ya..... tepat saat ia kemukakan niatnya itulah, Nia berubah.

ada apa....?

pertanyaan itulah yang akhirnya ia simpulkan untuk menjawab pertanyaan yang lebih besar mengenai sikap Nia.

sementara itu ditempat yang lain, Nia menghadapi situasi yang sama sekali tidak ideal. Nia mengalami dilema besar. disatu sisi Nia merasa sangat nyaman dengan Randy, sejak kehadirannya dalam hari-hari Nia, seolah mampu mengobati hatinya yang sedang terluka. Randy bantu Nia melukis langit, ia tumbuhkan sayap dari balik hati lemah Nia hingga ia sanggup terbang dan merangkai awan. tetapi disisi yang lain, Nia merasa tidak mungkin untuk memenuhi keinginan Randy untuk melamarnya karena tidak ingin atau setidaknya belum siap untuk bertemu dengan orangtuanya lagi, terlebih sang mama. Nia masih terluka oleh niatan orang tuanya yang menjadikannya sebagai tumbal untuk gurita bisnis mereka.

**

detak jantung Nia berdegub sangat kencang, tak seperti biasanya. Nia merasa gelisah. Nia sendiri tak mengerti mengapa ia seperti ini. mungkin karena Randy.

Nia rebahkan kepala di sandaran tempat duduknya yang nyaman. ia putar musik yang lembut dari pemutar CD-nya. perlahan Nia berpikir keras tentang jalan hidupnya. tentang kelanjutan hubungannya dengan Randy.

Nia seperti lelah untuk berlari namun tak kuasa untuk berhenti.

sejurus kemudian Nia meratapi dirinya sendiri.

"seandainya aku lelaki... mungkin aku tidak akan berada di keadaan sepelik ini. menikah tanpa restu pun jadi. atau mungkin andai aku ditakdirkan untuk lahir dalam keluarga yang biasa saja, bukan keluarga pebisnis.....mungkin.....aahhh, Tuhan.."

lamunan Nia terhenti oleh setumpuk berkas yang harus ia tanda tangani saat sekretarisnya menghadap. Nia pun berusaha memberikan senyum terbaik pada staf-stafnya agar kinerja perusahaan tidak turun. cukup berat beban yang Nia tanggung.

***

Randy masuki sebuah surau kecil di tepian kota tangerang. meski agak becek karena hujan semalam, namun Randy merasa butuh untuk bertemu dengan Tuhan dan mengadukan semua persoalan yang ia hadapi.

ia tunaikan sholat dhuha.

lalu ia berdoa dengan khusyuk. dalam do'a itu dia minta petunjuk atas jalan hidupnya yang tak lepas dari problematika. kesedihan dan keterpurukan yang Randy rasakan tak terasa telah mengundang air mata untuk menghiasi sudut-sudut pelupuk mata.

ia menangis

Randy nyaris putus asa. di usianya yang menginjak kepala 3, ia belum mengecap indahnya berumah tangga. ia ingin merasakan riuh ramai dalam rumahnya oleh suara dari anak kecil. ia ingin disambut dan dipeluk oleh keluarga saat pulang dalam kepayahan. ada teman berbagi saat menghadapi persoalan.

namun impian-impian sederhana itu pupus oleh dua hati yang sempat menghinggapinya. tunangannya pergi. sementara Nia, sosok perempuan yang ia idamkan tiba-tiba saja berubah tanpa alasan yang jelas. kerumitan-kerumitan inilah yang membuat Randy makin frustasi.

tapi tanpa disadari oleh keduanya, Randy dan Nia bertemu di altar do'a. mereka dipertemukan oleh Tuhan dalam sebuah ruang penuh cahaya. Randy berdo'a untuk Nia, juga sebaliknya.


***

dering handphone Randy berbunyi. nada yang ia set khusus untuk panggilan dari Nia. bergegas ia raih dan menjawab panggilan itu. suara lembut yang sudah ia ridukan 1 bulan terakhir itu muncul dan membuat jantung Randy berpacu cepat memompa darah.

"assalamualaikuum..."

sapa Nia memulai pembicaraan.

keduanya terlibat pembicaraan yang serius tapi teduh dan tak nampak luapan emosi ataupun kemarahan. mereka menemukan sebuah cinta yang dewasa. selalu mengedepankan rasio dalam memecahkan persoalan.

rupanya Nia menjelaskan perihal sikapnya sebulan terakhir. Nia ceritakan semua tentang dirinya pada Randy yang selama ini belum Randy ketahui.

Randy berusaha mengerti dan menerima penjelasasan Nia. Randy pun siap untuk bertemu dengan orang tua Nia, walau mungkin nantinya itu adalah pertemuan terakhir dengan Nia karena orang tua Nia akan melanjutkan rencana perjodohan Nia.

"aku akan tetap mencintaimu, apapun yang terjadi....."

ucap Randy menenangkan hati Nia.

****

pagi itu genap 5 tahun Nia dalam pelarian. Nia merasa siap untuk bertemu dengan orang tuanya lagi. untuk mengenalkan Randy, dan meminta restu untuk pernikahannya.

dihalaman rumah megah itu Nia tarik dalam-dalam udara pagi. ia kumpulkan segenap keberanian. tangannya menggenggam erat jemari Randy yang ada disampingnya.

mama dan papa Nia sudah menunggu kedatangan putrinya itu di ruang tamu. perasaan rindu yang teramat dalam mereka pendam untuk sesaat hingga putrinya itu muncul di depan pintu.

"pa.... ma..."

Nia memeluk sang papa yang memang sangat dekat dengannya. hanya papa yang mau mendengar dan mengerti Nia sejak kecil.

lalu sang mama bergantian memeluk Nia dengan segenap penyesalan yang ia miliki. air mata pun membanjiri pertemuan itu. rasa haru seakan menyelimuti mereka bertiga.

tapi itu tidak berlangsung lama. mata sang mama kembali menatap tajam sesosok pria yang digamit oleh Nia.

ya, pemuda itu adalah Randy. yang datang untuk melamar sang putri.

awalnya semua normal dan lancar. bahkan Nia maupun Randy merasa telah mendapat restu dari orang tua Nia. hingga sebuah nama muncul dari mulut Randy saat ditanya asal usul keluarganya.

"Sastromihardjo..."

ternyata orang tua Randy adalah musuh besar keluarga Nia. orang tua Randy lah yang telah membuat kelurga Nia kehilangan proyek besar di Kalimantan 10 tahun silam. orang tua Randy muncul sebagai pemenang tender karena kedekatannya dengan lingkaran kekuasaan, padahal keluarga Nia telah mengucurkan uang banyak sebagai dana taktis untuk proyek tersebut.

murkalah mama Nia pada Randy yang sejujurnya tak tahu apa-apa perihal proyek itu.

diusirnya Randy dari rumah Nia.

Nia pun diminta masuk ke kamarnya dan penjagaan di rumah pun diperketat agar Nia tak lagi kabur.


*****


kekacauan demi kekacauan mendera dua insan saling mencinta itu.

terlebih Randy. 2 tahun ia berusaha melupakan tunangannya dan mulai berbahagia bersama Nia, namun dalam sekejap harus terenggut oleh permusuhan masa lalu yang sama sekali tak ia tahu.

dia merasa hancur dan putus asa.

Nia pun tak jauh beda.

dia mendapati dirinya berada dalam penjara ambisi yang ia kira telah padam. Nia kembali dijodohkan dengan Tommy. bahkan pernikahannya berlangsung seminggu setelah kejadian itu.

rencana besar sang mama akhirnya terealisasi. dua perusahaan raksasa telah menjelma menjadi sebuah gurita bisnia. mesin-mesin pencetak uang mulai bekerja siang dan malam tanpa henti. deru ambisi seakan melumat hati tanpa peduli.

Nia seolah tak peduli. ia merasa dalam sangkar emas. semua ada dan tersedia. harta, tahta dan kuasa ada dalam genggamannya. 

Tommy sebenarnya bukan pria yang buruk. ia rupawan. lulusan perguruan tinggi paling bergengsi di Inggris.
tapi perasaan Nia telah tertanam erat di hati Randy. ia merasa Randylah yang paling sempurna untuknya. meski telah memiliki seorang anak hasil pernikahan dengan Tommy. tapi bayangan Randy tak jua pupus dari ingatan Nia.

beruntung Nia memiliki suami seperti Tommy yang selalu mau mengerti dan perhatian terhadapnya. Nia diijinkan untuk tetap menjalankan perusahaan kecilnya di Kediri. bahkan berkat tangan dingin Tommy, perusahaan itu telah menjadi sebuah perusahaan ekspor-impor yang disegani. Tommy membuat sebuah management yang prima pada perusahaan sehingga akuntabel dan mampu berakselerasi dengan cepat dan responsif terhadap pasar.

tapi bagi Nia, hal itu belum cukup untuk meluluhkan hatinya yang telah terpatri pada sebuah nama.


bagaimana kisah Nia selanjutnya...? petualangan apa lagi yang akan Nia dapati...?

ikuti bagian III (terakhir) dari cerpen trilogy  ini.





Sabtu, 11 Februari 2012

Jalan Berputar...... (bagian I)



sudah seminggu ini Nia terlihat murung. matanya sembab. semua terasa hampa baginya kini. memang semua yang ia lakukan tak pernah benar dimata setiap orang. tak akan ada pembenaran atas apa yang ia perbuat. dogma-dogma telah mengurungnya dengan keras. setiap mata melihatnya dari sisi luar, hingga realita dirinya terabaikan. karena kejadian itu, semua orang memicingkan mata padanya.

semua yang terjadi pada 7 hari yang lalu sejatinya bermula dari kejadian 6 tahun silam.

kala itu Nia adalah mahasiswi yang cantik jelita. Nia adalah sesosok wanita yang sangat percaya diri. dia juga berasal dari keluarga yang berada. ayahnya adalah direktur utama sebuah mall di Selatan Jakarta. Nia selalu hadir dengan segala keceriaan, keusilan dan kenakalannya. semua wajar. karena usianya masih belia, 18 tahun. maka kenakalan kecil semacam itu, makin menambah daya tariknya dimata kumbang kampus. terlebih Nia adalah mahasiswi yang cerdas. meski sedikit malas.

tiap kali ia berjalan kaki atau sekedar sedang bercanda di kantin dengan sesama mahasiswi, mata para mahasiswa tak pernah luput dari sosoknya. ada yang terpaku, ada yang bersiul nakal atau paling tidak melirik pada sosoknya, tapi ada juga yang nekat mengajak Nia kenalan. Nia selalu ramah pada semua orang. mulai dari tukang kebun hingga dekan fakultasnya, pasti mendapatkan senyum manis Nia saat berjumpa dengannya.

tak jarang mahasiswa yang dekat dengan Nia, merasa GR bila berada didekatnya. mahasiswa-mahasiswa itu salah mengartikan keramahan Nia sebagai sebuah perasaan khusus. seringkali mahasiswa itu patah hati saat menyatakan perasaannya pada Nia. tak satupun Nia terima, hanya teman saja.

perhatian publik dan dewi fortuna yang senantiasa menyelimuti Nia selalu membuat iri mahasiswi yang lain. mereka ada yang meniru gayanya sampai ada yang sinis dan mencapnya sebagai playgirl. tapi Nia adalah Nia. semua omongan miring dan tak benar itu ia hadapi dengan senyum manisnya yang selalu mengembang.

tapi sepertinya cerah mentari di hidup Nia mulai berganti gelapnya awan mendung. kelabu mulai menyelimuti hari-harinya. cuaca buruk itu ditiupkan oleh sang mama yang menghendaki Nia bertunangan dengan Tommy, anak relasinya. tujuannya satu, menggabungkan dua raksasa agar menjadi gurita bisnis di level nasional. Nia tidak siap untuk itu. ia masih ingin menikmati riuhnya masa muda.

ia berontak. ia lari dari rumah.

ia pergi sejauh mungkin, hingga papa dan mamanya tak dapat lagi melacak keberadaannya.

ia sadar konsekwensi dan kemungkinan terburuk yang akan ia dapatkan ketika memutuskan untuk melarikan diri dari rumah, atm dan kartu kredit miliknya akan diblokir oleh orang tuanya. maka sebelum ia terjadi, ia menarik uang sebanyak-banyaknya untuk memulai hidup. entah hidup seperti apa, ia pun tak tahu. yang pasti ia hanya ingin bebas menentukan hidup.

ia langkahkan kaki menuju Kediri, Jawa timur. setibanya di bandara Juanda, Surabaya, ia langsung naik kendaraan umum menuju Kediri. tak satupun orang ia kenal disana. tapi dengan tekad penuh, ia tetap berjalan meski dengan rasa takut yang sedikit membuncah di hatinya.

setibanya di terminal bus Kota Kediri, ia bergegas naik angkutan umum, yang bahkan ia sendiri tak tahu kemana tujuan akhir mobil warna merah hati itu.

sampai pada satu titik yang sangat rindang di tepian bantaran sungai, ada sebuah losmen kecil. Nia berhenti disana. ia masuki halaman losmen itu dengan wajah lusuh dan lelah. tapi ia tetap tersenyum, seolah tak ada beban besar yang sedang dia pikul. Nia memesan kamar paling sederhana untuk 3 hari. lalu ia masuki kamar itu, berebah. Nia pun terlelap nyenyak dalam keletihan lahir dan batin.

suara adzan maghrib mulai merayap pelan dari surau-surau. perlahan panggilan Tuhan itu menyentuh daun telinga Nia dan menariknya ke dunia nyata.

dengan agak tak sadar, ia terkejut tentang keberadaannya. ia lupa kalau ia sedang berada dalam pelarian. ketika kesadarannya mulai kembali, segera ia raih peralatan mandi dari travel bag miliknya. ia pun membasahi seluruh tubuhnya dengan air hangat yang keluar dari ujung shower. ia nikmati setetes demi setetes keletihan yang mulai luntur terhanyut air bersama dengan segala beban hatinya.

sejurus kemudian Nia balut badannya dengan t-shirt dan celana jeans. ia keluar untuk melihat keramahan kota ini. ia selusuri jengkal demi jengkal jalanan yang tak begitu ramai itu. sungguh berbeda dengan Jakarta yang tak pernah lepas dari kemacetan. ia temukan kedamaian di Kota ini. meski jauh dari pusat perbelanjaan dan tak ada mall, tapi suara orang-orang yang mengaji dari surau-surau kecil telah mampu membantunya tenang.

Nia tahu, tak mungkin selamanya berada di losmen. ia butuh tempat tinggal yang tetap. maka dengan uang yang ia punya, ia bermaksud membeli rumah kecil dan memulai sebuah usaha.

Nia pun mulai berusaha mencari. ia minta kepada office boy di losmen itu untuk mencarikannya sebuah rumah. Nia ingin rumah kecil di tepian kota agar tak terlalu bising tapi juga tak jauh dari pusat kota agar mudah dalam memulai usaha yang bahkan belum ia miliki konsepnya seperti apa.

akhirnya, informasi mengenai rumah yang ia impikan pun dia dapat. setelah bernegosiasi dengan pemilik lama, akhirnya dicapailah kata sepakat.

Nia tempati rumah mungil itu dengan damai.

meski usianya masih belia, tapi Nia tak surut niat untuk mengarungi kehidupan baru.

uang tabungannya masih cukup untuk memulai usaha. maka ia mulai berpikir keras untuk itu. ia tidak ingin menyerah oleh permintaan perut dan pulang mengibarkan bendera putih untuk kembali ke rencana pertunangan yang digagas oleh sang mama.


"tidak.. itu tidak boleh dan tidak akan pernah terjadi.."

begitu bunyi sumpahnya kala terjaga dari lamunan.

**

pagi yang cerah mulai menyapa "kota tahu" itu. kumpulan semangat mulai membantu Nia untuk tersenyum menghangatkan hari. ia bergegas melangkahkan kaki mengitari kota. perlahan ia cari inspirasi untuk memulai sebuah usaha. Nia lihat satu-persatu lalu lalang kendaraan. ia perhatikan lamat-lamat, apa yang bisa ia jadikan usaha. hingga tengah hari belum juga ia temukan inspirasi itu. semua usaha hanya berputar pada tahu, tahu dan tahu. Nia ingin sesuatu yang baru. Nia tidak suka mengekor. tapi karena disana Tahu adalah komoditas utama, maka Nia pun tak berkutik. tapi Nia tak mau hanya sekedar membuka gerai dan menunggu pelanggan datang. Nia mau yang lebih menghasilkan dan menjanjikan. tapi modal yang ia miliki tak cukup untuk memulai usaha yang besar. jangankan untuk membuka sebuah gerai, untuk membeli perabotan usaha serupa saja ia tak mampu.

saat melahap makan siangnya disebuah warung makan, tiba-tiba saja ia mendapat inspirasi.

ia coba menerapkan wawasan yang ia peroleh saat masih kuliah dijurusan manajemen. Nia bisa mengoperasikan komputer dan pandai merancang web. hal itulah yang kemudian ia jadikan dasar untuk memulai usaha barunya. Nia memutuskan untuk terjun ke dunia jasa. Nia akan geluti dunia E-Commerce 


jalan menuju cita-cita itu ia rintis. ia kumpulkan satu demi satu informasi mengenai produk yang akan Nia pasarkan. Nia cari koneksi ke berbagai pihak melalui orang-orang yang juga baru ia kenal. tekadnyalah yang membuat Nia bertahan melalui kerasnya hari.

hingga akhirnya segala sesuatunya telah siap, web yang telah ia rancang pun diluncurkan.

boom........

usahanya melesat. produk tahu kuning yang Nia pasarkan ternyata memiliki banyak peminat. pesanan dari dalam dan luar negeri membanjiri buku order Nia. dalam sekejap usaha itu mulai menghasilkan kristal keringat. pundi-pundi rupiah pun mulai deras mengisi deretan angka dalam rekeningnya.

Nia puas melihat capaian bisnisnya. Nia pun merasa dapat hidup mandiri. Nia mulai terhanyut dalam ritme dunia perdagangan.


***


udara Jakarta masih pengab dan panas. keringat mengering dan keluar secara bersamaan membuat badan wanita paruh baya itu serasa lengket.

sudah 2 tahun ini dia selusuri jalanan ibukota seorang diri untuk mencari sesosok perempuan berusia 20 tahun yang menghilang tepat pada hari pertunangan. dia merasa bersalah dan tak dapat memaafkan dirinya yang terlalu keras dan selalu memaksakan kemauan pada setiap orang dirumah. egois.

semua daya dan upaya ia lakukan untuk mencari sang putri. mulai dari laporan kepolisian hingga menyewa detektif bayaran. tapi hasilnya nihil.

hanya rasa berdosa yang membuatnya pantang menyerah untuk terus mencari dan mencari putrinya itu.

dari balik mobil mewah yang ia kendarai matanya nanar melihat tiap lekuk jalan. sekali waktu ia turun untuk bertanya pada orang disebuah perkampungan sambil menunjukkan sebuah foto.

ya.... wanita itu adalah Lia, mamanya Nia.

ia coba berkali-kali menghubungi nomor handphone putri tercintanya itu. tapi hanya mailbox yang ia dapati.


****


rinai gerimis membasahi jalanan Kota Kediri. sore itu Nia baru saja selesai memimpin rapat dengan jajaran stafnya. Nia sempatkan membuka email disebuah sudut kafe tempatnya menikmati secangkir cokelat hangat. seperti biasa, ratusan email untuk mengorder makanan khas yang ia jual. satu persatu ia balas email beserta jadwal pengiriman dan tata cara pembayaran.

ada sebuah email yang kemudian membuatnya menggerakkan hatinya untuk mencari tahu tentang pemilik akun tersebut.

namanya cukup bagus.. Randy. dia berasal dari Jakarta. rupanya Nia tergerak untuk merambah Jakarta sebagai gudang pengiriman. kebetulan, Randy menawarkan sebentuk kerjasama.

setelah melalui beberapa tahap pembicaraan melalui email, Randy bermaksud untuk mengajak Nia bertemu.

tapi kesibukan Nia memaksanya untuk mengirim 2 orang staf untuk bernegosiasi dengan Randy.


*****


suara dering telephone menggema disudut-sudut kantor. makin kental terasa kesibukan diruang yang dulunya rumah mungil itu. lalu lalang orang kesana-kemari. disebuah ruang disebuah pojokan terlihat seorang wanita yang masih muda dan anggun sedang sibuk menandatangai berkas.

Randy yang tertegun menyaksikan wanita itu dikejutkan suara perempuan lain yang ternyata sekretaris Nia yang mempersilahkannya duduk.

tak lama kemudian Nia datang dengan senyum khasnya yang selalu mengembang diantara lesung pipit dikedua pipinya.

Randy makin terkesima saat mendengar suara lembut yang mengulurkan tangan sambil mengenalkan diri.

"Nia.."

begitu wanita itu memulai perbincangan.

Randy dibuat nyaris tak berkedip menyaksikan sosok yang benar-benar anggun itu.

terlebih gemulai tata bicaranya menunjukkan kesantunan pribadinya. ditambah lagi kisah suksesnya merakit bisnis semakin meyakinkan Randy bahwa wanita ini berkelas.

Nia pun demikian. dia terkesan dengan presentasi bisnis yang ditawarkan oleh Randy. pria yang berwibawa meski usianya masih muda.

jedua insan ini saling tertarik dan perlahan mulai memiliki perasaan yang aneh.

Nia seperti merasa ingin untuk segera bertemu Randy meski tak ada agenda pertemuan. Nia pun malu-malu untuk memulai percakapan melalui telephon. kesalahan terbesarnya adalah membiarkan Randy menjelaskan detail kerjasama secara menyeluruh, sehingga membuatnya tak memiliki celah untuk sekedar bertanya dikemudian hari yang dapat Nia jadikan alasan untuk memulai percakapan.

rasa ini mungkin cinta.

Nia mulai berpikir seperti itu.

seringkali Nia tersenyum sendiri dan melamun saat mengingat sosok Randy. Nia seperti terhipnotis oleh aura Randy yang sangat menawan itu.

******

bandara Soekarno-Hatta menjadi saksi kedatangan Nia ke tanah Jakarta untuk pertama kalinya sejak pelariannya 3 tahun silam. kesombongan masih menyengat terasa dibalik kacamata hitam setiap orang yang berlalu lalang. Jakarta seperti belantara bagi Nia setelah 3 tahun tak lagi berdiam disana.

tak lama kemudian Randy datang dengan mengendarai mobil sport warna hitam.

senyum manis Nia pun mengembang. rindunya mulai menemukan obat. hatinya berdesir. darah serasa mengalir deras dalam tubuhnya. jantungnya pun berdegup kian kencang.

Randy dengan lugas mempersilahkan wanita relasi bisnis yang mulai mengisi hatinya itu untuk memasuki mobilnya. aroma harum bunga menyeruak saat pintu mobil terbuka. juga hawa dingin AC menyentuh kulit Nia yang perlahan mulai berkeringat.

didalam mobil mereka bercakap dengan hangat. berbagai perbincangan mereka luncurkan. seolah tak ada habisnya. mereka berbincang akrab tanpa sadar waktu yang kian cepat berjalan.

tersadar telah larut malam, Nia pun seolah terjaga, penerbangan menuju Surabaya telah habis 1 jam yang lalu. terpaksa ia mencarh hotel untuk menginap malam ini. Randy dengan gentleman menemani Nia mencarikan penginapan. tak sulit mencari penginapan di Ibukota. semua ada dan tersedia. dari kelas melati hingga bintang lima. setelah dapat, Nia pun bersiap beristirahat. dan Randy pamit untuk pulang.


******


Pagi-pagi buta, Randy telah tiba di pintu kamar hotel. Nia masih terbalut piyama. setelah mempersilahkan Randy masuk, Nia menuju kamar mandi untuk kemudian bersiap pulang ke Kediri. Randy duduk di balkon hotel. menikmati udara Jakarta beserta lalu lalang kendaraan yang seolah tak pernah mati.

Nia datang dari belakang punggung dan menepuk Randy.

Randy pun terjaga dari lamunannya. matanya terkesima menyaksikan wanita 21 tahun itu dalam balutan blazer yang mempesona. tak tampak sama sekali raut manja dari wanita yang kebanyakan seusianya masih berkutat dalam trend majalah dan foya-foya. Nia tampak dewasa. sempurna di mata Randy.

"aku sudah siap.."

begitu ucap Nia sembari tersenyum manis pada Randy.

pemuda itupun bergegas mengantar Nia ke bandara.

mentari belum sepenuhnya terjaga. pun rasa rindu diantara keduanya belumlah sembuh sempurna. tapi waktu tak pernah perduli dengan itu. waktu tetaplah sebuah rezim paling kejam yang pernah Tuhan ciptakan untuk manusia.

dengan segala beban cinta dan berat rindu yang masih menggelayut, Nia berpamitan pada Randy. tapi setidaknya dia telah lepaskan sedikit waktu untuk sebuah momentum berharga. bertemunya dua hati yang masih malu-malu untuk jujur pada sebuah rasa.

******

gemericik air diruangan mungil itu mengurangi kepenatan yang menggantung di langit-langit mimpi Nia. ikan-ikan yang sedang bercanda dalam aquarium seolah mentertawai Nia yang hingga sekarang belum memiliki keberanian untuk mengungkapkan perasaannya pada Randy. ia hanya menunggu dan menunggu Randy yang sepertinya belum sepenuhnya yakin pada perasaan Nia. tapi Nia mengerti. tak mudah bagi Randy yang baru saja tersakiti karena kepergian tunangannya bersama pria lain. tak mudah bagi siapapun untuk menerima kenyataan sepahit itu. sama sepertinya yang tiba-tiba ditunangkan dengan orang yang sama sekali tak ia tahu sebelumnya.

kadang muncul perasaan ingin memulainya. tapi selalu saja lidahnya kelu oleh norma. semaju apapun zaman saat ini tak akan pernah dapat merubah kodrat wanita. wanita hanya untuk dipinang dan berkesempatan untuk menolak pinangan. itu yang ada di benak Nia.

lamunan demi lamunan terus saja mendera pikiran Nia. disela-sela kesibukannya menjalankan perusahaan, Nia membuka lagi pesan singkat dari Randy. melihat lihat fotonya dalam akun sosial network.

sejenak kemudian mms dari Randy masuk. dibuka dengan sumringah oleh Nia. sebuah foto mawar muncul dengan sebuah ucapan mesra.

tak lama berselang video call dari Randy masuk ke phonecell milik Nia.

"aku mencintaimu Nia. bersediakah kamu...?"

belum selesai Randy bicara, dengan sigap Nia menjawab.

" I do..."

sejak dari itu, dunia seolah berubah. Nia memiliki Randy yang selalu hadir untuk membantunya memikul beban hidup. Nia memiliki teman untuk berbagi. Nia seolah menemukan kembali keceriaan yang sempat terenggut dari hidupnya. meski keduanya terpisah jarak, tapi itu tidak mengendurkan rasa cinta diantara mereka. kadang Nia menjenguk Randy di Jakarta saat akhir pekan. ada kalanya Randy tiba-tiba muncul dihadapan Nia yang sedang sibuk menandatangani berkas. jarak Jakarta - Kediri serasa sangat dekat. semua orang tahu Randy dan Nia sedang jatuh cinta. mereka ikut tersenyum bahagia dan seolah merasakan kuatnya cinta diantara keduanya


********


Randy bermaksud melamar Nia di tahun kedua hubungan diantara mereka. Randy pun mengutarakan niat itu pada wanita pujaan hatinya. tapi seketika Nia terkejut. dia sadar bahwa dirinya sedang dalam pelarian. pun Nia seolah ingin menjauh saat mengingat watak keras mamanya. Nia tidak ingin mengecewakan Randy. namun disaat yang sama Nia tak ingin kehilangan Randy.

dilema besar berdiri ditengah-tengah hubungan Nia dan Randy.



bersambung...........................


Kamis, 02 Februari 2012

Lisa...


teng teng teng teng

bunyi bel tanda pulang sekolah ini memekakkan telingaku. cuaca panas dan terik ini memaksaku menengadah dan memaki langit.

dijalanan pun berjubel kendaraan telah berhasil memaksaku terpanggang matahari meski tak terasa panas, karena ac mobil, tapi tetap aja membikin aku pegal dan capek luar biasa....

setiap hari harus aku saksikan drama kemacetan ini dan sekali waktu raungan mobil patroli mengejar siswa yang sedang tavuran. semua ini membuatku semakin pesimis dengan masa depanku sendiri.

rutinitas yang selalu mengurungku, dari satu tempat les ke tempat les lainnya.

dirumah pun tak jauh beda.

bapak dan ibu tak pernah ada. mereka sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri. kadang pulang. kadang hanya kudapati uang titipan.

jujur aku butuh kasih sayang dan kehangatan sebuah keluarga. tak sekedar materi.

hanya mbok imah yang menemani aku sedari kecil hingga sebesar ini. mbok imah inilah yang merawatku. bahkan aku anggap dia ibuku sendiri. bagaimana tidak, aku lebih sering tidur dipangkuan mbok imah daripada ibuku sendiri.

ahhhh......

"Den...."

"Den bagus.... ayo bangun"

suara mbok imah membangunkanku dari lelap tidur siangku.

"mbok..... namaku itu Rudi, bukan den bagus" gerutuku

"hehehe...iya den, simbok soalnya kebiasaan manggil gitu. nanti kalau ketahuan ndoro putri saya manggil Rudi, bisa-bisa simbok dipecat..." kata simbok sambil memijat kakiku.

enak banget pijitan itu..

"pokoknya nggak..! kata guru karawitan, den bagus itu artinya tikus..... emang simbok mau menyamakan aku dengan tikus...??" terangku pada simbok

"hahahahha.....oalah den..den... simbok ini yang merawat den bagus sejak masih merah.. masa iya mau menyamakan den bagus dengan tikus...." tawa simbok renyah menghiburku

"pokoknya simbok harus memanggilki Rudi, titik. urusan ibu nanti jadi urusanku, simbok ndak usah takut" jawabku

"ya sudah den Rudi. ayo mandi.. sekarang waktunya les matematika. itu gurunya sudah datang. cantik banget.." kata simbok

"hah..? siapa yang minta les matematika? nggak ah.... aku nggak mau, mbok" jawabku

"lho, itu ndoro putri yang datangkan. kemarin ndoro putri lihat nilai ujian matematika den Rudi yang jelek, lalu  ndoro putri  mendatangkan guru les itu.." kata simbok menjelaskan

"aduuuh.... kenapa bukan ibu aja sih yang ngajarin aku... pake guru privat segala!!" ujarku sedikit kesal

"den Ba...eh...den Rudi yang sabar. itu bukti sayangnya ndoro putri pada den Rudi...den Rudi ndak boleh begitu..." mbok imah menenangkan aku dengan logatnya yang medok

"kalau sayang, kenapa nggak pernah ada dirumah..? aaahhh... udahlah mbok, aku mau les, tapi cuma kali ini aja. besok atau lusa, biarin guru itu datang untuk ambil gajinya, tapi ndak usah kasih aku les..." ucapku sambil menyambar handuk di pundak simbok






**





hem lengan pendek dan celana jeans 3/4 telah membalut tubuhku. dengan mengambil buku sekenanya, aku turun dari kamarku dan menemui guru les yang kata simbok cantik.

"secantik apa sih selera simbok.."

kataku dengan sedikit rasa kesal yang tersisa dihati.



"hai.... aku Lisa. ibu kamu yang memintaku datang kesini untuk belajar matematika bersama kamu"

sapa wanita itu. tapi...... usianya sebayaku....

"mana guru lesnya..?" tanyaku pada Lisa

"guru?" Lisa balik tanya padaku

"iya, guru.. simbok tadi bilang ada guru les matematika.." jawabku

Lisa tersenyum melihatku keheranan.

"ngga ada guru Rudi. aku disini cuma ingin belajar bersama kamu.. kebetulan aku sedikit mengerti tentang matematika, tapi nggak lebih banyak dari kamu kok.." kata Lisa

"oohh gitu..." jawabku sambil mengangguk

tapi benar kata simbok. ternyata selera simbok tentang wanita cantik lumayan juga. Lisa sangat cantik dengan rambutnya yang mengikal seperti boneka. juga matanya... teduh sekali aku menatapnya. tapi aku tidak boleh tampak menyukainya. bisa jatuh harga diriku.

"oke.. trus sekarang kita ngapain..? tanyaku ketus

Lisa tersenyum lagi..

tangannya menepuk sofa disebelah tempat ia duduk.

aku pun menghampirinya.

"Rudi mau langsung belajar..?" tanya Lisa

"bukannya kamu kesini untuk itu? jawabku

"iya... tapi gimana mau belajar kalau kamunya seperti itu..?" kata Lisa

"seperti ini gimana..?" tanyaku

"ya jutek dan ngga comfort sama aku.." jawab Lisa

"trus..?" tanyaku

"kita jalan-jalan aja dulu, yuk.." kata Lisa

"tapi...." belum selesai aku menjawab, Lisa sudah menarikku keluar menuju motornya

"kita mau kemana ini?" kataku sedikit panik

"udah ikut aja. banyak tanya kamu, kayak anak kecil aja..." jawab Lisa



tak beberapa lama, kami sampai pada sebuah tempat. aku tak tahu itu apa, karena aku sendiri tak pernah bepergian jauh. disini tempatnya luas dan asri.


"tempat apa ini, Lis..?" tanyaku pada Lisa

"ini tempat favoritku kalau lagi pengen sendiri.. tenang banget, Rud. kamu suka ngga?" jawab Lisa

"asik sih disini, rindang dan sejuk. cuman, mau ngapain disini? ngga ada apa-apa...." jawabku

"hahahaha..... kalau mau rame ya di cafe aja kali, Rud" canda Lisa sambil melirikku



kami bercengkrama disana cukup lama. kami belajar saling mengenal. sampai akhirnya aku merasa nyaman  berada didekatnya.



****



waktu terus berjalan.

hari berganti minggu..

berganti bulan...



setahun sudah Lisa menjadi guru les privatku. hari-hari kuhabiskan bersamanya. selalu ceria. sama sekali tak ada duka..

suatu ketika aku diajaknya ketempat favoritnya. entah kenapa dia tiba-tiba saja membawaku kesana. saat itu aku berniat untuk memintanya menjadi kekasihku. aku merasa nyaman didekatnya.

sesampainya ditempat itu, dia bercerita tentang sebuah kisah.

"Rud, tahu ngga... aku punya dongeng. kamu dengerin ya..." pintanya

"dongeng apa?" tanyaku

"dulu.... ada seorang putri cantik yang ingin sekali dinikahi oleh seorang pangeran. tapi pangeran yang dalam angan-angannya bukan pangeran sembarangan, melainkan seorang pangeran yang mampu merangkai kata-kata, merangkai puisi indah..." kata Lisa

"setelah sekian lama putri itu menunggu, akhirnya datanglah seorang pria tampan, bukan bangsawan, tapi ia pandai sekali merangkai kata. ia bertemu dengan pria itu secara tidak sengaja disebuah tepian sungai. saat itu sang putri sedang bermain biola, dan disaat bersamaan pria itu mengisi alunan dawainya dengan kata-kata yang bagus banget.." lanjutnya

"lalu sang putri memanggilnya untuk bertanya pada pria asing itu, tapi pria itu menghilang...." kisah Lisa.

"setiap senja sang putri bermain biola ditepian sungai yang sama, berharap pria itu datang kembali. tapi pria misterius itu tak pernah lagi muncul.. lalu pada suatu ketika, sang putri putus asa.. ia bermain biola dengan nada-nada yang sangat pilu.." kisah Lisa sambil menerawang

"saat itulah sang pria misterius muncul kembali dan menyairkan sajak yang tak kalah pilu.. seketika itu sang putri berlari mengejarnya. saat berjumpa secara langsung, sang putri tak menyia-nyiakan waktu, ia pun bertanya padanya: hai kisanak...siapa engkau sebenarnya?... lalu sang pria asing menjawab: aku adalah pria biasa, tak perlu putri mengenaliku... sang putri kembali bertanya: tapi kau mampu mengisi petikan dawaiku dengan puisimu yang menyentuh... pria asing itu menjawab: aku hanya mengatakan yang hatiku rasakan atas bait-baitmu bunyikan. karena aku mendengar dengan hati dan bicara dengan hati... sang putri bertanya lagi: bolehkah aku memintamu untuk hidup bersamaku?... lalu pria itu menjawab: tidak. bukankah kau pernah berujar akan mencari pangeran yang pandai berpuisi, sementara aku bukanlah pangeran... putri itu terdiam lalu berkata: aku harus bagaimana, sementara dalam dirimu aku temukan sesuatu yang aku perlu.." cerita Lisa terhenti sejenak untuk minum.

"kamu tahu ngga Rud, ternyata pria itu adalah seorang malaikat. dia turun ke bumi karena mendengar petikan dawai sang putri.. sebenarnya malaikat itu jatuh cinta pada putri. bahkan karena saking cintanya pada sang putri, pria misterius itu akhirnya meminta kepada Tuhan untuk dijadikan manusia biasa agar dapat hidup bersama sang putri. akhirnya permintaan pria itu dikabulkan Tuhan. ia pun menjadi manusia dan tak dapat lagi berubah menjadi malaikat. tapi bencana terjadi diluar kuasa setiap makhluk. sang putri meninggal dunia... pria itu pun sedih luar biasa. sampai ajal menjemputnya. tapi ia bahagia, bisa mengenal wanita yang ia cintai, walau hanya sekejap" tutup Lisa

"hehe....gimana? bagus ngga? kata Lisa

"ngga...hahahaha" candaku

"iihhh jahat..." kata Lisa berusaha mencubitku, tapi aku lari dan kamipun berkejaran mengelilingi taman itu berdua, lepas dan tanpa beban.



sejurus kemudian aku terjatuh dan Lisa berusaha membantuku. tatapan matanya yang teduh itu berubah menjadi tatapan penuh perhatian, penuh kekhawatiran.


"kamu ngga apa-apa? apanya yang sakit?' kata Lisa

"ngga apa-apa kok. cuma terkilir aja" jawabku

"kita ke dokter ya?" kata Lisa lagi

"ngga usah ah.. aku ngga apa-apa kok" jawabku

"aduuh, ntar aku yang kena marah ibumu.." kata Lisa lagi

"udahlah... percaya deh sama aku" jawabku menenangkan

"Lis..." kataku pada Lisa

"iya..." jawab Lisa

"boleh aku ngomong sesuatu sama kamu?" kataku singkat.

"apa...?" jawab Lisa

"aku mencintaimu, Lis. maukah kamu...." kataku tapi dipotong Lisa

"ngga Rud.. aku ngga bisa..." kata Lisa

"kenapa Lis?" tanyaku

"tidakkah kamu lihat jurang perbedaan diantara kita yang begitu dalam? aku anak orang biasa, sementara kamu..." jawab Lisa

"Lisa.... berhentilah menghakimiku seperti orang-orang. aku juga manusia biasa. sama seperti kamu. aku juga berhak atas pilihan hatiku. dan hatiku telah memilih kamu sebagai orang yang aku cinta.." kataku

"ngga Rudi... aku ngga bisa.. aku disini hanya untuk menemanimu belajar. ngga lebih" kata Lisa

"Lisa... aku tidak pernah minta dilahirkan dalam keluarga ini. tapi Tuhan mengirimku pada keluarga ini. dan aku yakin Tuhan pula yang telah mempertemukan kita." kataku pada Lisa

".............." Lisa terdiam membisu

"kalau aku balik..... kamu diposisiku, apakah kamu akan tetap berbuat serupa, menolakku karena hanya manusia tanpa harta?" jelasku pada Lisa

"picik sekali jika jawabanmu iya....menilai orang hanya dari status sosial yang disandangnya.." lanjutku

"Rudi..... aku pun mencintaimu. tapi beban yang aku tanggung saat ini sudah cukup berat. aku tidak mau menambah lagi beban dengan mendengar omongan miring orang-orang jika aku bersamamu..." kata Lisa


"bisakah kamu sekali saja mendengar suara hati kamu, dan menutup telinga dari mulut orang-orang yang bahkan tak perduli kamu ada atau tiada.." aku coba menjelaskan pada Lisa

"aku mencintaimu, Lisa..." lanjutku sambil meraih jemari tangannya

Lisa terdiam. lalu menatapku dalam-dalam..

"apakah kamu akan tetap mencintaiku saat bahagia tak menyelimuti kita...? apakah cinta masih menjadi bahasamu ketika kita sedang berbeda..?" Lisa bertanya dengan serius

"aku akan mencintaimu, suka ataupun duka.... aku mencintaimu sedalam cintamu padaku, Lisa" jawabku

Lisa tak menjawab apapun. hanya memelukku dan berkata: "jangan pernah kau lukai hatiku, Rud. jadilah malaikat pelindungku selalu........"



*****



tak terasa perjalanan asmara kami telah menginjak tahun keenam...

kamipun memutuskan untuk menikah. beruntung bapak dan ibu berhasil aku rayu untuk menyetujui kami, sekalipun awalnya menentang dengan keras. tapi karena aku adalah anak satu-satunya, maka mereka ingin melihatku bahagia.


kehidupan pernikahan kami begitu indah. penuh cinta.

Lisa selalu menghadirkan cinta disetiap langkahnya. menerangi hatiku yang dulunya hanyalah anak manja kesepian.


hingga disuatu malam yang hening, aku mendengar Lisa mual-mual.


aku sangat khawatir. tapi ibu mengatakan bahwa mungkin Lisa sedang mengandung. alangkah berbunga hatiku saat itu. berharap perkataan ibu benar.


kamipun memeriksakan Lisa ke dokter keesokan harinya.


ternyata Lisa mengidap kanker ganas.


penyakit itu pula yang mengharuskan Lisa menjalani kemotheraphy setiap minggu.


hatiku hancur berkeping-keping.

rambut indah Lisa yang seperti boneka barbie itu satu persatu rontok. juga bulu alisnya. semua rontok karena panasnya pengobatan itu.

yang tersisa hanya senyum manisnya.


ya Tuhan........


pada suatu malam Lisa berkata padaku:

"sayang, sebentar lagi aku akan pergi meninggalkanmu. meninggalkan cintamu yang begitu besar kepadaku. bolehkah aku meminta satu hal kepadamu..?" kata Lisa

"ngga....Lisa, kamu ngga boleh ngomong gitu.....kamu akan sembuh" jawabku


Lisa tersenyum lalu melanjutkan kata-katanya:

"sayang.....aku minta satu hal saja. aku ingin pergi ke Eropa. aku ingin merasakan dinginnya salju disana, lalu berpakaian seperti seorang putri yang sedang menunggang kuda. maukah kau mewujudkannya...?" pinta Lisa

"apapun yang kamu pinta adalah kewajibanku untuk mewujudkannya..... tapi kamu juga harus berjanji untuk tetap hidup, menemani aku sampai tua..." jawabku.


tanpa terasa air mataku menetes saat memeluk tubuhnya yang sangat kurus itu..


...... dia adalah orang yang sangat aku cintai.......


*****


paspor dan visa untuk kami berdua telah siap.

ibu dan bapak ikut mengantar kami ke Eropa.

sesampainya disana, kami menempati sebuah rumah yang telah ibu belikan beberapa minggu sebelum keberangkatan kami.


Lisa terlihat sangat bahagia. mimpinya untuk merasakan dinginnya salju terwujud.


setiap pagi, dengan memawai sweater, kami berjalan-jalan melalui hutan pinus yang selalu mengeluarkan aroma khas. kami bercengkerama seolah Lisa baik-baik saja. dia diatas kursi roda, sementara aku dibelakangnya.

Lisa berkata padaku: "sayang... terima kasih ya, kamu sudah menjadi pangeran dalam hidupku. maaf aku tidak bisa menjadi putri yang sempurna untukmu.."

aku pun menjawab: "tidak sayang, kamu telah menjadi wanita paling sempurna yang Tuhan kirim untukku.."

kami pun kembali berjalan menikmati udara pagi..


tapi pagi itu, tiba-tiba saja Lisa terdiam saat kami bercengkerama ditengah hutan.

dia membisu tak menjawab kata-kataku.

aku lihat wajahnya pucat dan hidungnya mengluarkan darah berwarna agak kehitaman.

tanpa pikir panjang, aku menggendongnya dan melarikannya kerumah sakit terdekat di Kota Brussels.

tapi terlambat....


Lisa telah pergi. padahal kami merencanakan pesta ulang tahun pernikahan dimana dia akan mengenakan pakaian seorang putri.


tapi ternyata Tuhan berkehendak lain. dia meninggal tepat sehari sebelum ulang tahun pernikahan kami.

aku merasa sedih karena gagal mewujudkan salah satu mimpinya yang selalu ia inginkan sejak dulu. aku merasa telah kehilangan seluruh hidupku. karena sejatinya dialah hidupku.


aku hanya bisa berkata dalam diam: "Tuhan....terlalu cepat Kau panggil dia"





sekian